FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

takaful antar generasi Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

takaful antar generasi Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

takaful antar generasi

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

takaful antar generasi Empty takaful antar generasi

Post by keroncong Thu Mar 29, 2012 5:48 pm

Di sana ada salah satu bentuk takaful yang jarang diperhatikan oleh para ulama dan kami telah berulang kali mengingatkan di dalam kitab-kitab kami. Yang dimaksud di sini adalah takaful antara ummat dari generasi ke generasi setelahnya. Ini juga meliputi takaful antar negara-negara Islam satu dengan yang lainnya. Ini semua merupakan takaful zamani (sepanjang masa, kapan saja), selain juga merupakan takaful makaani (berlaku di mana saja).

Yang dimaksud dengan takaful Aiyyaal (antar generasi) adalah hendaknya satu generasi itu jangan rakus dengan kekayaan bumi baik yang tersimpan maupun yang tersebar hanya untuk kepentingan hari ini saja, sementara ia tidak menyisakan sedikit pun untuk generasi setelahnya.

Wajib bagi generasi kini untuk memperhitungkan generasi mendatang. Hendaknya mereka berbuat seperti seorang bapak yang penuh perhitungan, di mana ia sedang berupaya untuk dapat meninggalkan anak turunnya dalam keadaan berkecukupan. Dan hendaknya mereka bersikap sederhana dalam berinfaq dan mengatur pengeluaran, sehingga bisa meninggalkan sesuatu yang bermanfaat untuk generasi sesudahnya. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam berkecakupan itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam kemiskinan (yang kemudian) memita-minta kepada manusia. (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Abu Bakar RA berkata, "Saya tidak senang dengan seorang kafir yang memakan rezeki (yang mestinya cukup untuk berhari-hari) tetapi dimakan dalam satu hari."

Ini bisa kita analogikan dengan generasi juga, yang mestinya cukup untuk beberapa generasi, tetapi dimakan dalam satu generasi.

Itulah yang membuat Umar bin Khathab tidak mau membagikan tanah Iraq untuk para Mujahidin yang telah menaklukkannya, karena dia merupakan kekayaan besar yang bisa dinikmati oleh generasi (anak turun) mereka. Kamu tidak akan mendapatkan generasi mendatang yang mampu membela kehormatan ummat dan agamanya jika mereka tidak terurus. Apa yang kita tinggalkan adalah untuk mempersiapkan bekal mereka dan memenuhi kebutuhan mereka.

Oleh karena itu Umar mengatakan kepada orang-orang yang menentangnya, "Apakah kalian ingin akan datangnya manusia akhir (generasi di belakang hari) yang tidak memiliki apa-apa."

Pada saat itu yang sependapat dengannya adalah Ali dan Mu'adz RA. Umar juga berkata dengan lantang, "Sesungguhnya aku menginginkan sesuatu yang mencukupi generasi awal dan akhir."

Terdapat beberapa ayat dalam surat Al Hasyr yang memperkuat taujih Umar. Ayat tersebut menjadikan pembagian harta rampasan untuk generasi saat itu dari kaum Muhajirin dan Anshar, kemudian diikuti oleh generasi setelahnya. Demikian itu tersebut dalam firman Allah SWT:

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdo'a, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan.. (Al Hasyr: 10)

Dengan demikian maka antar generasi itu saling menanggung dan saling memiliki keterkaitan. Sehingga generasi yang menyusul mendoakan generasi yang telah lewat. Bukannya melaknati dengan mengatakan, "Mereka (pendahulu kami) telah mengambil segala sesuatu dan tidak menyisakan sedikit pun untuk kami." Inilah yang saya khawatirkan akan dikatakan oleh generasi mendatang di negara-negara sumber minyak, setelah pendahulu mereka menghabiskannya untuk hiasan dan kenikmatan serta berlebihan dalam membuat anggaran. Mereka israf dalam mengeluarkannya, sehingga banyak dipamerkan, lalu mereka jual dengan harga yang terendah. Seandainya mereka mau melihat hak generasi mendatang niscaya mereka akan menghemat dan berhati-hati.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

takaful antar generasi Empty Re: takaful antar generasi

Post by sungokong Thu Jun 27, 2013 5:38 am

Di antara bentuk ta'awun, taraahum dan tanaashur adalah takaful (saling menanggung) di antara anggota masyarakat Islam. Baik takaful di bidang materi dan moral, ekonomi dan politik, militer dan sipil, sosiai dan budaya.

Takaful itu dimulai dengan yang mempunyai hubungan kerabat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya, sebagaimana hal itu dijelaskan secara rinci dalam aturan nafkah menurut syariat Islam. Maka keluarga yang kaya memberikan infaq kepada keluarga yang miskin sesuai dengan syarat-syarat dan hukum-hukum yang dijelaskan di dalam fiqh Islam, sebagaimana firman Allah SWT:

"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (dari pada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Anfal: 75)

Kemudian lingkup takaful ini menjadi melebar ke tetangga dan penghuni kampung, sesuai dengan hak tetangga yang telah ditekankan oleh Islam. Di dalam hadits disebutkan:

"Bukanlah termasuk orang beriman orang yang semalaman ia kenyang, sedang tetangga di sebelahnya kelaparan." (HR. Thabrani)

Dalam hadits lainnya disebutkan:

"Siapa saja penduduk di sekitar rumah jika ada di antara mereka yang kelaparan maka tanggungan Allah dan Rasul-Nya akan terlepas dari mereka." (HR. Ahmad)

Kemudian wilayah takaful itu menjadi semakin lebar dan meluas sampai satu desa atau lebih luas dari itu, yaitu melalui zakat yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar diambil dari orang-orang kaya setiap daerah untuk diberikan kepada fakir miskin daerah tersebut. Dengan demikian maka bisa dilakukan sesuai dengan pembagian wilayah. Berbeda dengan yang dilakukan oleh peradaban masa lalu sebelum Islam di mana pajak itu diambil dari para petani dan pengusaha daerah atau perkampungan yang cukup jauh untuk dibagi dikota-kota besar, terutama ibukota tempat tinggalnya seorang raja atau imbratur (imperium). Kemudian semakin bertambah luas wilayah takaful itu sampai merata seluruh masyarakat.

Sejak munculnya fajar dakwah Islam di Mekkah, ketika ummat Islani masih sedikit jumlahnya dan mereka tertindas, tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan, Al Qur'an sudah menyeru dengan kuat untuk bertakaful (saling menanggung). Yaitu dengan menjadikan anggota masyarakat seperti satu keluarga, yaitu orang yang kaya menanggung orang yang fakir.

Al Qur'an tidak memandang demikian itu sebagai Sunnah agama yang hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki derajat iman dan ihsan yang tinggi, sedangkan selain mereka tidak dituntut, melainkan Al Qur'an menjadikan hal itu suatu permasalahan yang asasi dari pilar-pilar agama, di mana tidak akan memperoleh ridha Allah siapa yang tidak melakukannya dan tidak akan selamat dari adzab-Nya orang yang meninggalkannya.

Bacalah firman Allah SWT dalam Surat Makkiyah berikut ini:

"Maka tidakkah sebaiknya (dengan harta itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang orang yang beriman dan saling berpesan untuk berkasih sayang ...." (Al Balad: 11-17)

"Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka saling bertanya tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin." (Al Muddatstsir: 34-44)

Tempat tinggal mereka di neraka, karena mereka telah menyia-nyiakan hak Allah dan hak-hak hamba-Nya, yaitu dengan menelantarkan shalat dan tidak memberi makan orang miskin.

Memberi makan orang miskin adalah suatu gambaran tentang kepentingan dan kebutuhan mereka secara keseluruhan. Tidak berarti bahwa kita memberi makan orang miskin sementara dia kita biarkan terkatung-katung tanpa tempat tinggal atau telanjang tanpa pakaian atau sakit tanpa ada yang mengobati.

Al Qur'an tidak hanya cukup mewajibkan memberi makan orang miskin, tetapi lebih dari itu Al Qur'an mewajibkan menyeru untuk memberi makan orang miskin dan menghimbau untuk memperhatikannya dan menganggap bahwa mengabaikan hal itu termasuk tanda kesombongan dan dusta terhadap agama lain, Allah SWT berfirman:

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin!" (Al Ma'un: 1-3)

Kemudian Al Qur'an menjadikan sikap di atas sebagai kufur kepada Allah sehingga menjadi sebab datangnya adzab yang pedih dan mereka menghuni neraka Jahim. Maka Allah berfirman tentang orang-orang golongan kiri, yaitu orang-orang yang dicelakakan oleh harta dan kekuasaannya, maka semua itu tidak bisa mencukupi di sisi Allah SWT. Allah berfirman:

(Allah berfirman): "Peganglah dia, lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta." (Al Haqqah: 30-33)

Kemudian Al Qur'an menyebutkan sebab-sebab hukuman yang berat. Allah berfirman:

"Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga tidak mendorong (orang lain) untuk mernberi makan orang miskin." (Al Haqqah: 33-34)

Lebih dari itu Al Qur'an mewajibkan bahwa di dalam harta itu ada hak yang telah ditentukan, bukan sedekah Sunnah, bukan kebajikan secara sukarela siapa yang ingin maka mengeluarkan dan siapa yang ingin maka ia meninggalkannya. Bahkan merupakan hak atau hutang di pundak orang-orang yang mukallaf sebagai kewajiban yang pasti dan bukan tidak pasti. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin tidak mendapat bagian." (Adz Dzariyaat: 19)

"Hai orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)" (Al Ma'arij: 24-25)

Berbicara tentang tanam-tanaman dan buah-buahan serta kebun-kebun yang beruas-ruas dan yang tidak beruas-ruas, Allah SWT berfirman:

"Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)." (Al An'am: 141)

Yang dimaksud "Hak" di sini adalah zakat yang telah diwajibkan di Mekkah yang belum ada ketentuan batas nishab dan rinciannya.

Ini semua di dalam Al Qur'an Makky. Ketika kaum Muslimin memiliki daulah dan pemerintahan, maka nishab zakat dan ukurannya ditentukan dengan jelas dan dikirimlah para utusan untuk mengumpulkannya dari orang yang berkewajiban untuk mengeluarkannya, kemudian diberikan orang yang berhak menerimanya. Mereka itulah yang oleh Al Qur'an dinamakan "Al'Amiliina'Alaihaa" (para'amil) dan mereka diberi bagian tersendiri dari hasil zakat untuk menjamin penarikan dan pembagiannya. Dan Islam telah meletakkan kewajiban harta ini ke posisi kewajiban moral dan hukum sehingga dimasukkan sebagai rukun Islam yang ketiga. Zakat wajib dipungut, bahkan kalau perlu secara paksa jika tidak diberikan dengan kesadaran. Atau bila perlu tidak tanggung-tanggung untuk memerangi orangorang yang tidak mau mengeluarkannya padahal mereka mampu mengeluarkan zakat.

Takaful materi ini bukanlah merupakan segala-galanya yang dituntut oleh Islam dalam bidang ini. Tetapi di sana ada bentuk-bentuk lainnya dari takaful, sebagaimana disebutkan oleh seorang da'i, Dr. Mushthafa As-Siba'i (semoga Allah merahmatinya). Beliau membagi takaful itu menjadi sepuluh macam, yaitu: takaful adabi (moral), ilmi (keilmuan), siyasi (politik), difa'i (pertahanan), jina'i (perdata), akhlaqi, iqtishadi (ekonomi), 'ibadi (peribadatan), hadhari (peradaban) dan ma'asyi (kehidupan/pencaharian) atau yang sekarang dikenal dengan istilah "Takaful Ittima'l" (dana sosial).
sungokong
sungokong
SERSAN SATU
SERSAN SATU

Male
Posts : 154
Kepercayaan : Islam
Location : gunung hwa kwou
Join date : 04.05.13
Reputation : 3

Kembali Ke Atas Go down

takaful antar generasi Empty Re: takaful antar generasi

Post by jaesuechong Mon Dec 08, 2014 4:42 pm

Itulah yang membuat Umar bin Khathab tidak mau membagikan tanah Iraq untuk para Mujahidin yang telah menaklukkannya, karena dia merupakan kekayaan besar yang bisa dinikmati oleh generasi (anak turun) mereka. Kamu tidak akan mendapatkan generasi mendatang yang mampu membela kehormatan ummat dan agamanya jika mereka tidak terurus. Apa yang kita tinggalkan adalah untuk mempersiapkan bekal mereka dan memenuhi kebutuhan mereka.



@ts >
>> umar itu penghianat, mujahidin itu pengikut Muhammad Saw jugak, malah dia pernah di kira sebagai Muhammad Saw.
avatar
jaesuechong
KOPRAL
KOPRAL

Male
Age : 27
Posts : 48
Kepercayaan : Islam
Location : air molek
Join date : 07.12.14
Reputation : 1

http://trulyislam.blogspot.sg

Kembali Ke Atas Go down

takaful antar generasi Empty Re: takaful antar generasi

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik